-->

Filsafat Modern (Abad 17-19): Kritik Kantian dan Idealism Jerman

Filsafat Kant membuka jalan bagi perkembangan lebih lanjut dalam tradisi filsafat Jerman, yang kemudian dikenal sebagai Idealism Jerman. Para filsuf setelah Kant, seperti Johann Gottlieb Fichte, Friedrich Wilhelm Joseph Schelling, dan Georg Wilhelm Friedrich Hegel, mengembangkan dan mengkritik pemikiran Kantian dengan cara mereka sendiri.


Immanuel Kant (1724-1804) adalah salah satu filsuf paling berpengaruh dalam sejarah filsafat modern. Karyanya yang monumental, Critique of Pure Reason (Kritik atas Akal Murni), mengubah cara manusia memahami hubungan antara pengetahuan, realitas, dan pengalaman. Ia menyebut pendekatannya sebagai "Revolusi Kopernikan dalam filsafat," karena sama seperti Nicolaus Copernicus yang mengubah cara manusia memahami tata surya, Kant mengubah cara manusia memahami pengetahuan dan pengalaman.

Sebelum Kant, terdapat dua kubu utama dalam filsafat: rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme, seperti yang diajarkan oleh Descartes dan Leibniz, berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari akal budi. Sementara itu, empirisme, yang dikembangkan oleh Locke dan Hume, berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman inderawi. Kant menggabungkan kedua pandangan ini dengan menyatakan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman, tetapi pengalaman itu sendiri diatur oleh struktur bawaan akal manusia.

Konsep utama dalam filsafat Kant adalah "a priori" dan "a posteriori". Pengetahuan "a priori" adalah pengetahuan yang ada sebelum pengalaman, sementara "a posteriori" adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman. Ia juga membedakan antara "fenomena" (dunia sebagaimana yang kita alami) dan "noumena" (dunia sebagaimana adanya). Menurut Kant, manusia tidak bisa mengetahui realitas sejati (noumena), melainkan hanya bisa memahami dunia melalui cara akal menyusunnya.

Kritik Kantian dan Munculnya Idealisme Jerman

Filsafat Kant membuka jalan bagi perkembangan lebih lanjut dalam tradisi filsafat Jerman, yang kemudian dikenal sebagai Idealism Jerman. Para filsuf setelah Kant, seperti Johann Gottlieb Fichte, Friedrich Wilhelm Joseph Schelling, dan Georg Wilhelm Friedrich Hegel, mengembangkan dan mengkritik pemikiran Kantian dengan cara mereka sendiri. Mereka berpendapat bahwa meskipun Kant telah membawa perubahan besar dalam epistemologi, ia masih menyisakan kesenjangan antara pikiran dan realitas yang perlu dijembatani.

Salah satu kritik utama terhadap Kant adalah bahwa ia masih mempertahankan dualisme antara fenomena dan noumena. Fichte, misalnya, berargumen bahwa realitas tidak bisa terpisah dari kesadaran manusia. Ia mengembangkan gagasan bahwa seluruh realitas berasal dari aktivitas kesadaran, yang ia sebut sebagai "Ego Absolut". Dengan kata lain, dunia bukanlah sesuatu yang independen dari kesadaran manusia, melainkan sesuatu yang diciptakan oleh kesadaran itu sendiri.

Schelling melangkah lebih jauh dengan menekankan pentingnya alam dan estetika dalam filsafat. Ia mengembangkan sistem filsafat yang menekankan kesatuan antara subjek dan objek, antara pikiran dan alam. Menurutnya, seni adalah bentuk ekspresi tertinggi dari realitas karena ia mencerminkan kesatuan antara akal dan dunia. Ia mencoba menjembatani idealisme subjektif Fichte dengan idealisme objektif yang lebih komprehensif.

Fichte, Schelling, dan Hegel: Dialektika dan Idealisme Absolut

Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831) adalah tokoh puncak dalam tradisi Idealism Jerman. Ia mengembangkan sistem filsafat yang dikenal sebagai dialektika, yang menjadi fondasi bagi banyak aliran pemikiran setelahnya, termasuk Marxisme. Dialektika Hegel berangkat dari keyakinan bahwa realitas berkembang melalui proses kontradiksi dan sintesis.

Konsep utama dalam dialektika Hegel adalah "tesis-antitesis-sintesis". Setiap gagasan (tesis) akan menimbulkan lawan atau kontradiksi (antitesis), dan dari pertentangan ini akan lahir sintesis yang menggabungkan kedua elemen sebelumnya. Proses ini terus berlanjut secara historis dan merupakan cara bagaimana kesadaran manusia dan sejarah berkembang. Hegel melihat sejarah sebagai proses perkembangan kesadaran menuju bentuk tertingginya, yaitu kesadaran absolut.

Hegel juga memperkenalkan konsep "Idealisme Absolut", yang menyatakan bahwa realitas pada dasarnya adalah rasional dan bahwa pemikiran manusia mampu memahami struktur fundamental dari realitas itu sendiri. Berbeda dengan Kant yang memisahkan antara dunia fenomenal dan noumenal, Hegel berpendapat bahwa realitas bersifat holistik dan dapat dipahami melalui proses dialektis.

Pemikiran Hegel sangat berpengaruh di berbagai bidang, termasuk filsafat politik, teologi, dan teori sosial. Karl Marx, misalnya, mengadaptasi dialektika Hegel untuk mengembangkan materialisme historisnya, yang menjadi dasar bagi teori sosialisme dan komunisme. Meskipun banyak dikritik, sistem filsafat Hegel tetap menjadi salah satu pilar utama dalam sejarah filsafat Barat.

Filsafat modern pada abad ke-17 hingga ke-19 mengalami perkembangan pesat dengan munculnya pemikiran Kantian dan Idealism Jerman. Kant membawa perubahan revolusioner dengan konsepnya tentang bagaimana akal budi membentuk pengalaman manusia. Namun, pemikir-pemikir setelahnya, seperti Fichte, Schelling, dan Hegel, merasa perlu untuk mengembangkan lebih lanjut konsep Kantian dengan menghilangkan dualisme dan menekankan bahwa realitas pada dasarnya adalah hasil dari proses kesadaran.

Dengan pengaruhnya yang luas dalam berbagai disiplin ilmu, filsafat Idealism Jerman terus menjadi bahan kajian dan perdebatan hingga saat ini. Gagasan-gagasan yang muncul dari perdebatan ini tidak hanya membentuk landasan bagi filsafat modern, tetapi juga mempengaruhi pemikiran politik, sosial, dan budaya dalam skala global.


0 Response to "Filsafat Modern (Abad 17-19): Kritik Kantian dan Idealism Jerman"

Posting Komentar

jangan diisi

iklan dalam artikel

iklan display

Iklan dalam feed