Propaganda G-30-S dan Peristiwa Pembunuhan Massal PKI 1965
Peristiwa Penumpasan PKI 1965–1966 |
Tragedi pelanggaran HAM berat di Indonesia memang telah sering terjadi, bahkan sejarah terparah menunjuk pada sebuah kasus pembantaian yang menewaskan ratusan ribu hingga mungkin jutaan orang.
Seluruh masyarakat Indonesia sendiri mungkin mengetauhi jika salah satu kasus pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di negeri ini adalah G-30S-PKI yang menewaskan enam jenderal dan satu perwira dalam satu malam.
Jika menonton video documenter yang ada, kasus tersebut bermula dari gerakan PKI yang ingin ada Indonesia. Namun, rupanya selain itu masih ada kasus pembantaian yang jauh lebih tragis, yaitu kasus pembantaian massal tahun 1965.
“Lantas apa yang sebenarnya terjadi pada waktu itu”
Sebelum masuk ke pembahasan, sobat perlu mengetauhi terlebih dahulu jika data artikel ini diambil dari “Laporan Hasil Penelitian PERISTIWA'65/'66 (PEMBUNUHAN MASSAL PKI) Universitas Muhammadiyah Malang kerjasama dengan Australian Consortium for In-country Indonesian Studies 2002”.
Apa itu G-30-S?
G-30-S menjadi suatu pemicu untuk melalukan pembantaian massal yang langsung menyusul G-30-S, dan merupakan alasan yang paling sering dipakai untuk pembunuhan tersebut. Sebenamya, pembunuhan enam jenderal oleh G-30-S dan pembunuhan massal berikutnya sering dianggap sebagai satu peristiwa.
G-30-S adalah singkatan dari Gerakan Tiga Puluh September, suatu kelompok militer yang menculik dan membunuh enam jenderal yang dianggap sebagai "dewan jenderal". G-30-S terdiri dari pasukan Cacrabirawa, beberapa divisi Diponegoro (AD) dan Angkatan Udara.
Penculikan Jendral Pada G-30-S
Targetnya ialah tujuh jenderal akan tetapi salah satunya “Nasution” berhasil meloloskan diri, namun sebagai gantinya perwira lain ditangkap serta anak Nasution tertembak dalam prosesnya penculikannya. G-30-S menguasai beberapa lokasi yang strategis di pusat kota, misalnya Lapangan Merdeka dan Radio Republik Indonesia.
Dari lokasi itu pada tanggal 1 Oktober sekitarjam 7 pagi, ada siaran radio yang melaporkan bahwa pasukan-pasukan di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung sedang melindungi Presiden Sukarno dari Kudeta yang didukungi oleh CIA dan direncanakan untuk 5 Oktober oleh "dewan jenderal".
Ada kemungkinan besar bahwa mereka hanya mau menculik jenderal-jenderal yang dianggap anggota "dewan jenderal" dan pengkhianat Sukarno dan Indonesia, dan membawa mereka untuk menghadap Sukarno dan mungkin nanti jenderal-jenderal dipecat atau dipenjarakan. Tetapi, G-30-S diatur dan dilakasanakan secara sangat kacau dari permulaan.
Pertama, mereka membuat lolos Nasution namun tidak mencoba mencari dia lagi. Tak hanya itu saja, mereka juga menembak anak Nasution kemudian menculik Letnan Tendean sebagai pengganti. Hal ini tentu sulit dipercaya karena Nasution termasuk orang militer paling terkenal di seluruh Indonesia pada waktu itu.
Tetapi faktor yang paling penting adalah dari tujuh orang yang diculik, ada tiga yang langsung ditembak sampai mati waktu masih ada di rumah di rumahnya oleh tentara-tentara G-30-S yang menjadi gugup waktu jenderal-jenderal melawannya.
Mulai dari saat itu, proses G-30-S tidak bisa dikuasai lagi. Sebelum jenderal-jenderal dibunuh, masih ada kemungkinan bahwa nanti G-30-S akan digambarkan sebagai pahlawan yang melindungi Sukarno dan Indonesia dari pengkhianatan.
Namun karena tiga jenderal langsung dibunuh, dan empat orang (tiga jenderal dan satu letnan) juga dibunuh dan dimasukkan ke Lubang Buaya esok paginya di Halim (pangkatan Angkatan Udara dan markas besar G-30-S) Sukarno pasti tidak bisa mendukung G-30- Syang sudah menjadi pembunuh.
Faktor ini bahwa G-30-S membunuh jenderal-jenderal dan oleh karena itu Sukarno tidak bisa mendukung mereka, dan merupakan kesempatan buat Soeharto untuk menguasai situasi dari saat itu, dan menggambarkan dia sendiri sebagai pahlawan yang menyelamatkan Indonesia dari darurat nasional.
Sebenanya, waktu Sukarno sendiri datang ke Halim dan memerintah G-30-S untuk menghentikan semua tindak kekerasaan lagi. Jadi, tanpa dukungan Sukarno G-30-S pasti gagal. Setelah pembunuhan pimpinan tertinggi AD, suasana politik di Jakarta berbeda selamanya.
Waktu itu, Soeharto sudah Panglima Kostrad (Komando Strategik Angkatan Darat), dan waktu dia tahu enam atau tujuh jenderal diculik, dia langsung mengambil keputusan sendiri untuk menjadi pimpinan AD dan melawan G-30-S.
“Bagaimana Soeharto bisa menjadi pimpinan AD tanpa izin dari Sukarno?”
Dari tanggal 1 Oktober Soeharto mulai menentang perintah yang diberikan Sukarno dan memakai samaran darurat nasional. Perebutan kekuasaan antara Soeharto dan Sukarno pasti sudah datang. Misalnya, saat di Halim Sukarno mengambil keputusan untuk memberikan kepimpinan AD kepada Pranoto Reksosamudro, bukan Soeharto.
Sukarno mengirim ajudannya ke markas besar kostrad untuk memerintah Pranoto mengikuti ajudannya ke Halim. Sebelumnya, Sukarno sudah memerintah perwira yang bernama Umar pergi ke Halim. Kedua tentara ini dihalangi oleh Soeharto untuk mengikuti Sukarno ke Halim. Tindakan ini pasti merupakan pendurhakaan secara terbuka oleh Soeharto kepada Sukarno.
Mulai dari saat itu, Sukarno dan Soeharto, keduanya pasti tahu bahwa mereka sudah mulai rebutan kekuasaan dan nasib Indonesia bergantung pada hasilnya.
Pembunuhan Massal PKI 1965
Tidak ada orang yang tahu secara komplit tentang pembantaian massal di Indonesia yang menyusul G-30-S. Sebab pembantaian itu dilaksanakan di banyak tempat di Indonesia oleh banyak orang sekaligus dalam waktu sempit, tidak ada orang yang menyaksikan semuanya.
Akademikus dan wartawan Barat yabgberada di Indonesia waktu itu sedikit sekali, dan waktu itu AD menguasai situasi secara total. Tetapi faktor yang paling penting adalah rezim yang melakukan pembantaian massal pada tahun 1965/'66 masih berkuasa di Indonesia sampai tahun 1998!
Sampai waktu itu, Soeharto dan Orde Baru menguasai semua informasi tentang Peristiwa '65/'66, dan masuk akal bahwa tidak ada banyak orang yang mau menyangkol versi Orba waktu Soehartomasih berkuasa atau mungkinmerekamenjadi satu korban lagi. pembantaian massal mulai di Jawa Tengah dan Jawa Timur dan sekitar tanggal 7 atau 8 Desembermulai di Bali.
Jawa tengah, Jawa Timur serta Bali menjadi tempat terkenal karena pembunuhan tersadis, namun rupanya banyak juga tempat pembantaian terkenal lainnya.
Di kebanyakan tempat, AD dan kelompok-kelompok pemuda yang bersenjata bertanggungjawab bersama-sama atas pembunuhan Ansor dan Banser, keduanya sebagian organisasi Islam namanya Nadhatul Ulama (NU).
Jika di Bali kelompok pemuda bersenjata yang paling sering terlibat atas pembantaian Tameng Marhaenis atau Tamin, serta mereka juga berafiliasi dengan Partai Nasionalis Indonesia (PNI).
Katanya, kebanyakan pemuda tersebut memakai parang, pisau atau pedang, tetapi juga ada pemuda yang pakai tombak, alat pemukul dan senjata api.
Terkadang Angkatan Darat (AD) juga membunuh korbannya sendiri, akan tetapi mereka lebih sering menyediakan senjata,melatih dan mendorong keras kelompok pemuda atau preman yang turut melakukan pembantaian.
Kebanyakan korban dibunuh dari bulan Oktober 1965 sampai Januari 1966, tetapi masih ada pembunuhan sampai Maret 1966 dan juga ada pembunuhan yang berkaitan sampai tahun 1969. Biasanya siapapun yang bisa dianggap sebagai orang "kiri" pasti berada di situasi yang berbahaya, yaitu anggota PKI dan organisasi berafiliasi. PKI menuntut 3juta orang, BTI sekitar 8juta, Gerwani menuntut 9juta pada tahun 1961.
Selain itu ada juga Pemuda Rakyat, Lekra dan Sobsi (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia). Jumlah semua organisasi ini sudah pernah diperkirakan 23 juta, tetapi lebih sering diperkirakan sekitar 18 atau 20 juta. Selain banyak orang dari organisasi ini dibunuh, mereka juga sering ditangkap. Pertanyaan ini sulit sekali dan sering dijawab dengan banyak variasi.
jumlah anggota PKI yang dibantai? |
Total Korban Pembunuhan Massal 1965
Ada satu hal yang bisa diketahui dengan pasti, yaitu tidak ada orang yang tahu jumlah sesunguhnya. Semua jawaban adalah hasil perkiraan. Dan tergantung pada motivasi orang yang memperkirakannya, sangat mudah untuk dibesar-besarkan atau dikecil-kecilkan.
Ada pula yang memberikan pendapat jika total korban kurang dari 500.000. Kolonel Sarwo Edhie yang memimpin RKPAD yang melaksanakan operasi-operasi di Jawa dan Bali dan ensiklopedi Britanica, keduanya setuju ada 3juta korban.
Kedutaan Besar AS memperkirakan 300 ribu korban atau kurang. Jika penulis menanyakan kepada orang-orang sendiri, jawaban yang paling besar itu 3 setengah juta.
Menurut pendapat penulis, jumlah korban Peristiwa '65/'66 antara 250.000 dan 800.000, mungkin sekitar setengah juta, nilai ini sama hanya dengan artikel yang ditulis Robert Cribb akdemius asal Australia. Artikelnya memberikan penjelasan atas permasalahan dan kesulitas pada percobaan perkiraan pembunuhan massal.
Pertama, memperkirakan dari catatan yang ditulis oleh pelaku. Dalam hal ini, tidak ada alasan yang baik untuk mempercayai laporan Kopkamtib (Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) kalau laporan tersebut sudah diumumkan atau belum.
Ada kecenderungan untuk mempercayai perkiraan oleh pemerintah Indonesia kalau perkiraan itu besar. Mengapa kita harus mempercayai perkiraan yang besar oleh Kopkamtib dan sekaligus tidak percaya perkiraan oleh KOTI (Komisi Pencari Fakta) yang kecil?
Carakedua adalah menghitung mayat. Masalah dengan cara ini adalah banyak korban sudahdibakar atau dimasukkan ke laut. Juga sulit untuk tahu lokasi kuburan dan yang penting di Indonesia, masih ada banyak oposisi kepada orang-orang yang mau membongkar kuburan massal.
Teknik ketiga adalah tanyakan saksi mata, yaitu orang yang selamat, pelaku, dan orang yang berdiri dekat. Proses ini sangat sulit untuk dimulai lebih dari 35 tahun sesudah Peristiwa'65/66’ terjadi. Ada dua teknik lagi yaitu Demografi dan intuisi.
Kalau demografi, jumlah penduduk sebelum malapetaka dibandingkan dengan jumlah penduduk setelah malapetaka selesai. Tetapi karena jumlah penduduk Indonesia besar sekali, sekitar seratus juta pada waktu itu dan sensus tidak begitu akurat, metode ini kurang berguna juga.
Jadi, yang terakhir itu intuisi, dan memang kitatidak mempunyai pilihan lagi karena semua metode tersebut kurang cocok dengan situasi di Indonesia. Terus, apakah perkiraan setengah juta sesuai dengan lingkungan sosial dan politik yang ada waktu pembunuhan terjadi? Konflik di desa, tegangan yang ada di suasana politik Indonesia waktu akhir Demokrasi Terpimpin dan tujuan Soeharto untuk menghancurkan PKI memang menciptakan situasi yang memungkinkan pembunuhan massal bisa terjadi. Walaupun PKI mempunyai tiga juta orang, ada persepsi bahwa anggota yang paling aktif berjumlah sekitar setengah juta orang. Ada sejumlah pembunuhan sampai adas kekurangan guru di Jawa dan kekurangan pengukir kayu di Bali (guru sering adalah PKI dan pengukir kaya sering anggota Lekra).
Adapula desa-desa yang tidak memiliki laki-laki dewasa sama sekali dan lebih ironisnya lagi ada juga satu desa yang penghuninya dibantai termasuk anak kecil sekalipun. Tetapi Peristiwa '65/'66 tidak begitu luas bahwa ada banyak tempat yang kosong. Rupanya Indonesia masih merasa trauma.
Banyak orang takut waktu Soeharto jatuh, bahwa mungkin ada kekerasan lagi seperti waktu dia menjadi penguasa. Sebenamya, itu lebih mudah bagi penulis untuk mempercayai perkiraan akademikus yang tidak mempunyai motivasi untuk bohong daripada perkiraan pemerintah Indonesia atau anggota keluarga korban atau mantan tapol (tahanan politik) yang pasti membenci orde baru dan mungkin mempunyai kecenderungan untuk membesar-besarkan jumlah korban ditangkap.
Walaupun begitu, penulis harus mengakui bahwa penulis masih kurang yakin dan kadang-kadang penulis berfikir setengah juta itu perkiraan terlalu kecil, tetapi soalnya sampai sekarang tidak ada bukti.
Siapa Dalang Pembunuhan Massal 1965?
Bagaimana pembantaian '65 dilaksanakan? Apa itu semacam pemberontakan populer secara spontan seperti sering digambarkan atau pembunuhan yang diatur. Dalam kebanyakan kasus tidak ada siapapun yang dibunuh sampai AD datang dan memulai pembunuhan sendiri atau memperbolehkan, mendorong, menyediakan persenjataan, dan melatih orang-orang untuk memulai pembunuhan.
Faktor ini sangat penting dalam kasus Bali yang sering digambarkan sebagai pulau yang bergolak waktu itu. Kalau Bali bergolak mengapa orang diasana menunggu tentara datang dengan daftar kematian untuk memperbolehkan pembunuhan terjadi?
Kalau orang Bali dikendalikan oleh kemauan secara spontan untuk mempertahankan keseimbangan dan keharmonisan di desa atau dipaksa oleh kejahatan PKI sampai mereka mengamuk. Mengapa mereka menunggu sampai dua bulan setelah pembunuhan masal sudah mulai terjadi di pulau Jawa?
Ya, karena pembantaian massal di pulau Bali (sekitar 80.000 korban) bukan hasil dari imbalan harmonis atau alasan kebudayaan lain, itu hasil dari kesepakatan antara otoritas-otoritas poTitik dan agama di
Bali untuk menghancurkan PKI di Bali, samahalnya dengan di Pulau Jawa, jika RPKAD tidak menatur proes, hal tersebut pasti tidak teradi. Di Jembrana ada banyak laporan tentang lusinan truk AD penuh dengan orang komunis semuanya berjalan secara rapi dan pelan di jalan besar selama beberapa hari.
Waktu sampai ke gedung besar tahanan diturunkan satu demisatu, dimasukkan ke gudang, tangannya diikatdan ditembak dengan senjata otomatis. Kebanyakan mayat dimasukkan ke laut atau kuburan massal.
Guna menjalankan pembantaian massal, ada kerja sama yang kuat dari pihak militer serta otoritas agama dan politik. Terlebih lagi ada terkadang adapula desa yang dikomandoi oleh militer guna membersihkan diri dari komunis.
Kemudian desa itu akan mengumpulkan semua komunisnya di satu tempat dan membunuh mereka dengan pisau atau alat pemukul. Kadangkadang tentara akan mengembalikan orang PKI yang ditangkap tadi. Kemudian orang-orang desa diperintah untuk membunuh mereka.
Di Bali juga terjadi banyak kasus pembunuhan yang dilakukan oleh kelompok pemuda bersenjata dari Nahdatul Ulama yaitu ANSOR yang datang dari Jawa Tmur ketika mereka telah membunuh banyak orang di Jawa.
Tapi walaupun poia pembunuhan kadang-kadang sama di tempat yang berbeda selalu ada perkecualian. Misalnya di Aceh, daerah yang mempunyai keyakinan Islam yang kuat, pendukung PKI-nya kecil sekali dan biasanya hanya ada di kota.
Diluar topik Pembantaian Massal PKI 1965, Aceh sendiri juga sering terjadi Pelanggaran HAM seperti peristiwa Jambo Keupok dan insiden Rumoh Geudong.
upaya pemerintah Indonesia untuk menumpas PKI pada 1965 |
Propaganda Pembunuhan Massal 1965
Waktu G-30-S terjadi dan propaganda sudah mulai, anggota-anggota PKI dan keluarganya langsung dibunuh dengan cepat pada awal Oktober. Jadi kasus ini merupakan kasus dimana tentara-tentara harus datang sebelum pembunuhan dimulai.
Sedangkan di Jawa Barat jumlah korban jauh lebih sedikit jika dibandingkan Jawa Timur dan Jawa Tengah. Ini karena di Jawa Barat ada gerakan Darul Islam dan AD di sana sudah melawan mereka sejak 14 tahun.
Waktu G-30-S terjadi, AD di Jawa Barat pasti tidak mau mendorong kelompok-kelompok pemuda Islam untuk menangani hal-hal politik secara keras sendiri atau mungkin nanti merekatidak bisa dikuasai lagi. Walaupun begitu masih adakorban di Jawa barat.
PKI semakin kuat di daerah Indramayu yang kala itu merupakan desa miskin. Disana ada sebuah aksi sepihak yang terjadi di hutan jati, yaitu perebutan hingga satu orang polisi meninggal dunia. Oleh karena itu pembantaian besar disana dilaksanakan olehanggota-anggota angkatan polisi yang melakukan pembalasan dendam.
Jika di Lombok, diperkirakan ada 50.000 korban pada awal 1966, kasus pembunuhan disana biasanya dilakukan oleh orang sasak beagama Islam serta orang Bali dan Cina.
Walaupun pembunuhan di Lombok rasanya terjadi karena adanya perbedaan bangsa, mungkin alasan lebih tepat karena orang Bali sudah lama atasan yang berkuasa di bagian barat Lombok dan orang Cina sudah lama menguasai bagian perdapangan.
Hal ini menjadi faktor penting yang harus diperiksa. Kalau satu suku bangsa membunuh suku bangsa yang lain bukan berarti permasalahannya adalah kesukuan.
Selain itu, dikarenakan ada dua pihak dalam satu konflik yang dianggap sebagai Islam Santri dan Islam abangan serta yang lebih jahat lagi ialah ateis, namun tidak berarti juga bahwa konflik itu menjadi karena latar belakang agama.
Memang agama itu sangat penting untuk mengerti mengapa peristiwa '65 bisa terjadi, tetapi faktor-faktor yang lebih penting adalah faktor ekonomi dan faktor politik. Menurut pendapat penulis, agama sering disalahgunakan oleh otoritas yang ada, dan dalam peristiwa '65, agama disalahgunakan oleh Soeharto dan militer, partai politik lain yang ingin menghancurkan PKI misalnya PNI Di Bali, ulama Islam seperti dari NU yang memiliki banyak tanah di Jawa Timur.
Oleh sebab itu dikarenaan faktor ekonomi dan politik serta karena alasan ingin mencegah PKI dari menadi partai yang tengah berkuasa, merekapun menggunakan alasan agama untuk membuat panas para pendukungnya. Secara ironisnya agama menjadi latar belakang untuk membunuh (genosida).
Guna mencapai tujuan tersebut, PKI digambarkan sebagai kelompok anti agama ataupun orang-orang yang menghina tuhan. Faktor tesebut berkaitan dengan kampanye propaganda yang didasarkan atas kebohongan dari yang telah dilakukan Halim oleh Gerwani.
Kiai-kiai Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah di Jawa serta PNI di Bali memberikan pernyataan bahwa pembunuhan PKI sebagai bentuk jihad dan keinginan Allah. Konsepsi “Kewajiban Agama” untuk membunuh PKI digunakan oleh pimpinan agama Islam, risten, Katolik dan Hindu dalam kperistiwa pembantaian PKI.
Contoh lainya adalah agama yang disalah gunakan untuk pembunuhan massal yang tidak menimbulkan rasa berdosa. Tidak hanya sekedar membunuh, di Bali terkadang juga ditemui kasus untuk memberi pilihan pada korban yang hendak dibuh untuk melakukan prosesi “nyupat” atau mati secara sengaja.
Jika memilih Nyupat berarti korban menyesal dan diyakini memberikan jaminan bahwa orang itu tidak lahir lagi sebagai orang yang lebih rendah atau harus hidup lagi di akhirat yang seperti neraka. Biasanya para tantara yang bertugas akan menawarkan seperti “siapa yang mau nyupat?”, kemudian orang-orang yang ingin nyupat biasanya akan langsung dibawa ke tempat pembunuhan lain, disana ia dibunuh dengan orang lain menggunakan metode tembak, penggal atau ditikam sampai mati. Meskipun menggunakan prosesi adat Hindu Bali, rupanya hanya seidkit yang mendapat kuburan pembakaran mayat seperti dengan adat yang ada.
Jadi agama itu bukan hanya merupakan alasan untuk membunuh manusia, lebih ironis lagi, pembunuh-pembunuh memakai agama agama sebagai alasan supaya tidak merasa bersalah dan berdosa waktu mereka membunuh.
Karena jika dalam “Jihad” mereka boleh membunuh musuh islam maka hal itu tidak menjelaskan bahwa pemimpim-pemimpim agama lain dapat mendorong “Jihad” yang melawan PKI, padahal hal tersebut sering terjadi. Selain itu, di Bali juga ada cerita tentang desa katolik di Bali Barat yang menolak diperintah dari militer untuk membunuh orang komunis di desa hindu di sebelah.
Walaupun pasti ada keterlibatan dari keiompok-kelompok Kristen dalam pembunuhan PKI, juga ada laporan yang lebih baik tentang lembaga kristen misalnya gereja katolik di Flores, walaupun tidak dekat dengan PKI, melarang pendukungnya untuk mengikuti pembunuhan PKI walaupun mereka sudah diperintah oleh militer untuk ikut serta.
Kalau di Timor, bagian-bagian gereja protestan mendukung petani-petani mengenai land reform dan oleh karena itu banyak orang protestan langsung menjadi sasaran waktu pembunuhan mulai terjadi di sana.
Ada pengikut dari agama tradisi yang mengaku kepada militer bahwa mereka bukan pengikut agama resmi dan oleh karenanya mereka juga dianggap sebagai orang komunis dan dibunuh. Kadang-kadang waktu anggota PKI dibunuh, semua anggota keluarganya juga dibunuh termasuk anak-anak kecil dan bayi, katanya untuk mencegah pembalasan dendam nanti.
Memang kemungkinan tesebut memang dapat terjadi, akan tetapi pasti ada juga motivasi lain yang melatarbelakangi pembantaian PKI beserta keluarganya seperti motivasi untuk mencuri tanah yang dimiliki, perusahaan, rumah dan barang-barang.
Ada satu alasan besar yang sering dipakai untuk menjelaskan mengapa PKI hams dibunuh, yaitu PKI mempunyai rencana untuk menyerang musuhnya menyusul G-30-S. Rumor im mempakan bagian penting kampanye propaganda Soeharto. Serangan itu yang akan datang setelah G-30-S mempakan bagian yang penting kampanye propaganda Soeharto.
Tetapi apakah serangan oleh PKI direncanakan untuk menyusul G-30-S? Padahal, kebanyakan fakta justru menunjukkan bahwa PKI tidak mengetauhi apapun tentang serangan yang akan menyusul G-30-S atau "G-30-S". Pertama, mengapa PKI akan merencanakan serangan waktu senjata kecil dari Cina untuk "Angkatan kelima" belum datang ? Dan mengapa dari semua operasi-operasi RPKAD di seluruh Jawa Tengah dan Bali hanya dua korban dari RPKAD muncul dari operasi-operasinya tersebut yang melawan PKI ?
Temyata PKI tidak begitu siap untuk perang saudara. Menurut pendapat penulis, daftar kematian anti komunitas ditemukan hampir di semua daerah yang pembunuhan massal PKI nanti terjadi tidak benar tapi juga mempakan bagian penting kampanye propaganda Soeharto.
Faktor ini tidak hanya meciptakan kondisi "membunuh atau dibunuh" tetapi juga mejadi alasan supaya orang-orang yang membunuh PKI tidak merasa berdosa.
Ada banyak alasan yang menjelaskan mengapa Aidit tidak terlibat dalam peristiwa seperti G-30-S terutama PKI semakin berhasil tanpa kudeta dan mengapa Aidit harus mengambil resiko kudeta waktu partainya mulai berkembang ?
Tapi walaupun Aidit terlibat atau tidak hal itu sangat nyata bahwa agggota PKI semuanya.tidak terlibat dan tidak bersalah sedikit pun. Di samping itu ada banyak faktor yang menunjuk bahwa G-30-S dilaksanakan oleh sebagian militer yang benarbenar berpendapat bahwa kudeta oleh dewan jendral akan datang pada "Hari angkatan bersenjata" tanggal 5 Oktober.
Tidak dapat dipungkiri jika G-30-S memag dilaksanakan dengan sangat kacau, bayangkan saja mereka tidak memiliki cukup waktu untuk merencanakan kudeta yang baik. Sebenarnya kebanyakan pasukan G-30-S di lapangan merdeka telah menyerah karena mereka tidak memiliki bahan perbekalan logistik. Dengan kata G-30-S pasti bukan langkah awal dalam rencana merebut kekuasaan negara oleh sebagian militer atau oleh sebagian militer dan PKI.
Dan tidak ada bukti selain daftar kematian palsu yang dibuat oleh militer bahwa PKI mau menyusul G-30-S dengan serangan yangakanmelawan musuh-musuh PKI Faktor lain yang memperkuat teori bahwa PKI tidak terlibat dalam G-30-S serta tidak punya rencana untuk menyerang musuh-musuhnya setelah G-30-S menjadi sebuah fakta bahwa peristiwa '65/66 yaitu merupakan pembunuhan massal PKI dan bukanlah perang saudara.
PKI dan organisasi yang bekerja sama dengan PKI berjumlah sekitar 20 juta. Jika PKI memiliki rencana menguasai negara dan membunuh musuh-musuhnya mengapa hanya dua tentara RKPAD mati sepanjang mereka menyerang PKI ?
Mungkin jumlah perlawanan PKI sedikit diabaikan oleh karena kebanyakan PKI yang diserang tidak berhasil bertahan hidup. Meskipun ada laporan-laporan mengenai perlawanan keras di beberapa tempat oleh PKI serta laporan bahwa militer ikut bersama kelompok muda bersenjata karena kelompok tesebut tidak bisa mengalahkan PKI tanpa dukungan militer, akan tetapi laporan seperti juga dibesar-besarkan oleh militer untuk menakuti masyarakat. Lantas, mengapa perang saudara 'tidak terjadi?
- Anggota PKI tidak memilii alasan mempercayai bahwa mereka akan menjadi sasaran pembunuhan massal. Selain itu mereka sudah terlambat untuk menyiapkan perlawanan.
- kekuatan yang melawan PKI terlalu besar. Keseimbangan kekuasaan di tingkat lokal cepat dihancurkan waktu kekuasaan yang ada di tingkat nasional dan tingkat internasional mengambil keputusan untuk melepaskan tali musuh-musuh PKI di tingkat lokal.
Ada satu faktor lagi presiden Sukarno tidak pernah memerintah pendukungnya untuk melawan kudeta yang sedang dilaksanakan kepada kepresidenannya. Kudeta oleh Soeharto yang menggulingkan Sukarno adalah kudeta yang benar bukan G-30-S.
Sepanjang proses kudeta melawannya, ketika ada banyak orang pendukungnya sedang di bantai oleh militer yang melaksanakan kudeta itu. Sukarno tidak pernah memerintah pendukungnya untuk melawan AD yang sedang berkudeta. Sukarno pasti mengetauhi jika dia memberikan perintah pada pendukungnya untuk melawan, pasti akan ada lebih banyak orang Indonesia mati dari dua pihak.
Tak hanya tu saja, dia juga mencoba untuk mengabaikan kejadian permulaan. Seperti ketika Sukarno sering dikritik karena dia melukiskan pembunuhan jenderal-jenderal pada G-30-S sebagai riak wujud samudera revolusi.
Memang tidak enak mengetauhinya, tetapi banyak pendapat yang menyimpulkan jika sebenarnya dia sudah tahu ada situasi yang sangat berbahaya telah datang dan dia tengah mencoba mendinginkan situasi sebagaimana Soeharto berusaha untuk membesar-besarkan situasi. Tetapi kebohongan yang paling penting untuk propaganda Soeharto adalah kebohongan tentang apa yang terjadi kepada jenderal-jenderal di Lubang Buaya yang terletak di base angkatan udara di Halim yang menjadi markas besar untuk G-30-S, sebelum itu cepat gagal.
Yang pertama G-30-S dinamakan "Gestapu" makanya untuk membandingkan mereka dengan kejahatan Hittler dan Nazinya pada waktu Perang Dunia ke-2. G-30-S jauh lebih sesuai daripada "Gestapu" karena Gestapu adalah singkatan yang tidak cocok dan salah dengan kata-kata G-30-S.
Hal itu merupakan hal yang nyata, penggunaan Gestapu adalah sebuah propaganda yang juga membuat sangat jelas bagi rakyat Indonesia diyakini bahwa mereka seharusnya membenci G-30-S dan orang-orang yang disalahkan untuk G-30-S yaitu PKI beserta organisasi yang berhubungan.
Salah satu organisasi yang sangat dekat dengan PKI namun tidak memiliki hubungan secara resmi adalah Gerakan Wanita Indonesia atau Gerwani. Target Gerwani sebagai sasaran propaganda Soeharto memungkinkan Soeharto untuk memasukkan isu moral dan seksual yang sangat penting membuat marah serta mamu membuat heboh orang dimana-mana, terutama umat Islam di Indonesia. Juga, jangan lupa Soeharto sudah melarang semua pers kiri sebelum malam tanggal 1Oktober. Oleh karenanya tidak ada sebagian pers yang mengoreksikan kebohongan Soeharto.
Berbagai laporan yang muncul di koran-koran Angkatan Darat juga cepat ditirukan oleh lainnya. Jadi, pada intinya semua laporan mengatakan bahwa para jendral disiksa oleh anggota-anggota Gerwani dan Pemuda Rakyat.
Serta katanya, jendral-jendral juga tersiksa secara seksual dan diperkosa oleh anggota-anggota Gerwani, dituturkan juga oleh mereka bahwa jendral-jendral tersebut kemaluannya dipenulist kemudia dipotong dan matanya dicongkel.
Selain itu untuk melukiskan perempuan-perempuan yang dekat PKI sebagai perempuanperempuan yang tidak berakhlak dan banyak cerita tentang "pesta pedang" atau orgy yang terjadi setiap hari dan setiap malam setelah tari yang teramat berdosa bernama "tarian harum bunga".
Koran-koran AD juga melaporkan bahwa setiap wanita hams melakukan hubungan seks dengan tiga atau empat pria setelah tarian tersebut. Katanya ada 200 wanita dan 400 laki-laki yang ikut pesta pedang ini. Ada pengakuan jujur dari seorang wanita saksi mata yang dilukiskan sebagai Srikandi lubang buaya namanya Djamilah, berusia 15 tahun dan sudah hamil 3 bulan.
Dia dilatih bersama-sama 500 orang dengan 100 orang perempuan Gerwani untuk menghancurkan Kabir (kapitalis birokrat) dan Nekolim (Neo Kolonial Imperialisme). Kemudian salah satu jendral dimasukkan dan tangannya diikat. Anggota-anggota Gerwani bagikan pisau kecil dan pisau silet lalu sebanyak seratus perempuan menusukkan pisau pada kemaluan orang-orang yang menjadi korban hingga mereka mati.
Tentu saja sumber cerita atau pengakuan jujur ini adalah dari AD dan cerita ini diumumkan sekurang-kurangnya melalui empat koran dengan susunan kata tepat sama untuk semuanya. Tentu saja AD tidak memberikan hak kepada "Djamilah" untuk menceritakan langsung kepada media.
Itu sangat nyata bahwa AD menciptakan tokoh Djamilah dan ceritanya sebagai proses propaganda. Ada banyak cerita lain dengan tema sama dan bervariasi waktu itu di media massa yang dikuasi secara komplit oleh Soeharto.
Cerita-cerita tersebut mengenai penyiksaan jenderaljenderal adalah kebohongan semuanya. Bagaimana penulis bisa tahu? Penulis sudah membaca laporan autopsi atau pemeriksaan mayat yang diperintah oleh Soeharto sendiri waktu mayat-mayat jendral ditarik dari Lubang Buaya.
Hasil otopsi menyatakan bahwa mereka semua masih punya mata serta masih punya alat kelamin bahkan masih komplit tidak ada bekas tusukan dan penyiksaan sama sekali. Karena Soeharto memerintahkan kepada dokter-dokter untuk melaksanakan autopsi tersebut, tidak mungkin dia tidak mengetahui hasilnya secara langsung setelah dokter-dokter selesai.
Sukarno memohon rakyat Indonesia untuk tidak mempercayai kebohongan Soeharto, tetapi proses propaganda tidak bisa dihentikan. Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) memulai kampanye propaganda untuk membuat mereka tidak mungkin untuk orang-orang biasa untuk tetap netral mengenai PKI.
Kalau orang tidak langsung mendukung Kopkamtib dan militer secara komplit, artinya mereka mendukung G-30-S dan PKI. Tidak ada posisi yang netral. Juga ada beberapa koran yang muncul hanya beberapa hari setelah G-30-S dipenuhi dengan propaganda dan kebohongan bernama Api Pancasila.
Api Pancasila tiba-tiba hilang setelah kedudukan Indonesia dibuat situasi yang menegangkan untuk memungkinkan atau menyebabkan kematian setengah juta jiwa.
Selain itu ada juga artikel dari harian Rakyat- koran PKI yang menjadi bukti untuk menyalahkan PKI untuk G-30-S. Bahwa artikel tersebut di koran PKI setelah AD menguasai semua koran di Jakarta merupakan hal yang sangat aneh sekali.
Kemunculan tiba-tiba api pancasila dalam artikel tersebut di Harian Rakjat menyebabkan banyak orang menuduh CIA terlibat. Benedict Anderson berpendapat bahwa kampanye propaganda yang langsung dilaksanakan setelah G-30-S terlalu maju untuk AD Indonesia waktu itutidak bisa dilakukan oleh AD tanpa bantuan.
Jadi, bagaimana hasil kampanye propaganda yang melawan PKI oleh Soeharto dan militer dan pemimpin-pemimpin politik dan agama? Hasil yang paling nyata adalah kematian sekitar 500.000 korban dan pemenjaraan orang, masih ada yang masih dipenjara hingga lebih dari 25 tahun setelah G-30-S.
Tetapi kampanye propaganda berdasarkan perkosaan seks, penyiksaan, serangan oleh PKI yang akan datang, ateisme, dan penghinaan terhadap Tuhan dilakukan oleh PKI dan menimbulkan dampak yang berat sekali.
Maksudnya banyak kasus pembunuhan yang kejam sekali. Kasus yang sulit untuk dipercayai. Penulis tidak mau menceritakan terlalu banyak tentang aspek-aspek tersebut karena itu merupakan bentuk kejahatan yang menyedihkan sekali, tetapi itu nyata dan tugas penulis memang tentang pembantaian massal '65/'66 dan tugas ini tidak selesai kalau penulis tidak menjelaskan tentang tingkat kekejaman di Indonesia masa itu sebagai ulah dari Soeharto dan pemimpin-pemimpin agama dan politik yang saling kerjasama untuk menumpaskan PKI dan pendukungnya di Indonesia.
Ada banyak laporan mengenai perempuan-perempuan yang diperkosa sebelum mereka dibunuh, biasanya oleh Ansor.
Juga ada banyak laporan tentang bagian-bagian badan-badan korban yang diperlihatkan dimana-mana. Kalau laki-laki, batang kemaluan lelaki dipotong dan dipakukan ke dinding rumah juga sementara perempuan buah dadanya dipotong dan dipamerkan di rumah juga.
Laki-laki dan perempuan keduanya kepalanya dipotong dan dipamerkan di atas pancang bambu di pinggir jalan atau digantungkan di pohon-pohon. Di Banyuwangi juga ada laporan tentang korban yang diikat kemudian didorong masuk ke jurang lalu disiram bensin dan dibakar sampai mati.
Ada cerita dri Blitar tentang orang dibunuh dan dipotong dan bagian-bagian badannya digantung di rumah-rumah temannya. Juga ada perempuan tokoh Gerwani di Blitar yang diperkosa oleh banyak orang Ansor, kemudian dia dipotong dari buah dada sampai liang peranakannya.
Sering kali perempuan diperkosa terlebih dulu sebelum dibunuh dan sering kali pemerkosaan ini dilakukan menerus oleh banyak orang sebelum dibunuh. Banyak sekali laki-laki dipukul dan ditikam sampai tidak sadar lagi sebelum dibunuh.
Ada cerita dari Jember tentang perempuan yang minta ijin untuk mencium anaknya sebelum dibunuh. Dia tidak diperbolehkan dan langsung dibunuh.
Mungkin cerita yang paling jelek dari Kediri yaitu guru-guru waktu itu sering disinggung berkaitan dengan PKI atau organisasi lain yang dekat dengan PKI. Oleh karena itu, guru juga sering menjadi sasaran waktu pembunuhan dimulai.
Ada guru di Kediri dan istrinya sedang hamil sembilan bulan. Waktu mereka pulang dan mereka ditangkap oleh Ansor kemudian dipukul sampai tidak sadar lagi. Lalu, kepala suaminya dipotong, perut istrinya dipenulist dan bayinya dikeluarkan lalu dicincang. Anak-anak dari pasangan suami istri tersebut ada 5 orang dengan anak yang paling besar berumur 11 tahun.
Tetapi, tidak ada orang yang mau memelihara mereka karena Ansor sudah memperingatkan tetangga-tetangganya bahwa kalau mereka membantu anak tersebut, mungkin nanti mereka juga dianggap sebagai PKI dan yang menyoloknya lagi ialah sifat seksual dari pelaku pelaku pembunuhan tersebut dan menurut pendapat penulis kampanye kebohongan berdasarkan perempuan-perempuan Gerwani. dan seks perkosaan dan penyiksaan seksual pasti bertanggung jawab sampai tingkat tertentu.
Refrensi: Laporan Hasil Penelitian PERISTIWA'65/'66 (PEMBUNUHAN MASSAL PKI) Universitas Muhammadiyah Malang kerjasama dengan Australian Consortium for In-country Indonesian Studies 2002
0 Response to "Propaganda G-30-S dan Peristiwa Pembunuhan Massal PKI 1965"
Post a Comment